Saya masih berpikir tentang keikhwanan seorang ikhwan. Terus terang saja, kata ikhwan baru saja saya ketahui sekitar lima tahun belakangan ini. Konsep yang saya pahami sejauh ini adalah sebuah kata yang artinya laki-laki tapi memiliki esensi yang berbeda dengan laki-laki biasa. Dimulai dari penampilan fisik yang sedikit berbeda, ada yang melihat dari pakaian, dan penampilan wajahnya, yang berjenggot tipis dan sedikit seperti tanda hitam di dahinya. Saya sedikit tertarik memperhatikannya tapi ah, saya tidak peduli penampilan luar, yang harus dilihat adalah hatinya. Tapi, siapalah yang tahu urusan hati. Baiklah, ini hanya pemahanan kecil saya saja yang masih dihiasi tanda tanya.
Salah satu hal yang paling utama dan sering diperbincangkan adalah bagaimana seorang ikhwan menjaga hubungannya dengan akhwat atau perempuan; jaga pandangan mata; kontak fisik; tutur kata; dan hati. Lagi-lagi saya bilang masalah hati saya tak bisa berucap banyak. Tapi inikah gambaran ikhwan itu?
Baik, saya gambarkan satu kondisi. Benarkah jika seorang ikhwan lebih memilih untuk meninggalkan seorang akhwat atau perempuan (yang sudah ia kenal baik) di malam gulita untuk menyusuri jalan pulangnya sendiri dimana siapapun tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di tengah jalan? Inikah keikhwanan seorang ikhwan? Membiarkan seorang perempuan berjalan sendiri di gelap malam hanya demi alasan “menjaga” tadi. Sementara kalau dilihat kondisinya: malam, sendiri, perempuan, dan hanya ada ikhwan itu yang memungkinkan untuk mengantar. Tunggu, kalau saya pribadi boleh berkata mungkin perempuan ini bisa memainkan peran gendernya yang ingin dianggap sama dengan laki-laki, Beranilah! Itu kata yang akan saya tanam. Tapi, saya yakin tak semua perempuan mampu menanam kata berani dalam dirinya. Lalu, bagaimana jika terjadi sesuatu dengan akhwat itu di jalan menuju pulang? Ya, bagaimanapun semua tau, harga mahal seorang perempuan adalah pada keperawanannya (maaf, agak sulit menyusun kalimat ini). Kembali lagi, itukah konsep ikhwan? Setahu saya, Islam sangat memuliakan perempuan, menjaga dan menghormati perempuan, bukan begitu? Saya tahu bahwa perempuan itu "berbahaya" tapi bukan berarti kita bisa atau boleh membahayakannya kan?
Saya kembali berpikir untuk solusi pertanyaan saya. Begini jawaban saya, banyak pilihan:
(a) mengantarkan perempuan itu sampai dipastikan selamat sampai tempat yang ditujunya dengan berjalan disampingnya,
(b) membiarkannya pergi sendiri dengan alasan “menjaga” tadi,
(c) meminta orang tak dikenal, katakanlah mamang ojek atau mamang angkot untuk mengantarnya ke tempat tujuan,
(d) mengantarnya tanpa harus berjalan disampingnya, berjalan di belakangnya sampai tempat yang dituju.
Dan jawaban yang sesuai dengan logika saya adalah (d). Saya rasa memastikan perempuan itu sampai tempat tujuan tanpa harus berjalan disampingnya. Cukup berjalan dibelakangnya, memperhatikannya, dan memastikannya SELAMAT. Saya rasa dengan begini konsep “menjaga” akan terlealisasikan. Menjaga perempuan, menjaga keihwanan seorang ikhwan. Ah, itu mungkin hanya pikiran pendek saya saja.
Lalu, bagaimana menurut anda? Bagaimana seharusnya seorang ikhwan menunjukan keikhwanannya pada situasi seperti diatas?
Lagi, sampai-sampai saya berpikir jauh, sangat jauh, mencoba menggambarkan sebuah kondisi. Apa jadinya kalau ada seorang akhwat yang mengalami kecelakaan atau tabrakan atau dijahati di samping seorang ikhwan persis? Meninggalkannya begitu sajakah dengan alasan “menjaga”? saya pikir itu terlalu egois. Ah, saya masih bertanya seputar ini. Maaf kepada para ikhwan, saya tidak ada maksud apa-apa dengan artikel ini. Ini murni sebuah pertanyaan.
21 Octo 10 09.21 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar