31 Desember 2012

Menikah itu ... (Sebuah tulisan akhir tahun)

Menikah itu penjara.
Penjara berarti ketika diri dibatasi besi kecil panjang-panjang. Ketika tak ada lagi pintu untuk bermain-main diluar sana. Menikah layaknya penjara untuk beberapa kebebasan diri.
Satu hal yang masih aku ‘takuti’ dari sebuah pernikahan adalah berkurangnya kebebasan untuk berekspresi sesuai kata hati atau bahkan mungkin hilang. Semuanya harus melalui prosedur perizinan pasangan. Bukan akibat kubilang, tapi sebuah konsekwensi lebih tepatnya, mungkin. Gambarlah sebuah posisi istri sekaligus ibu. Ditambah jabatan sebagai wanita yang bekerja sebagai pilihannya untuk aktualisasi diri dan pengamalan ilmu semasa pendidikan, atau singkatnya mungkin mewujudkan mimpi orang tua dan diri. Tak ada lagi pergi bersama teman. Tak bisa lagi hangout sendiri malam hari di mall atau sekedar ngopi dan sedikit berfantasi liar. Tak ada lagi menikmati malam-malam sendiri dan berkencan dengan laptop dan teman-temannya. Mereka bilang berdua lebih baik. Tapi ada kalanya sendiri itu penting. Kesimpulannya, kurasa semestinya tetap ada waktu dimana ia, perempuan, untuk menarik napas dan sedikit melepas letihnya. Kembali lagi mungkin, ‘suruh siapa kerja? Suruh siapa nikah?’. What the hell!
Tidak sedikit status facebook seorang ibu muda yang mengeluh ini-itu; tidak sedikit juga obrolan yang mampir di telinga ini tentang kekangan pasangan. Membuat saya mengambil kesimpulan pertanyaan yang mungkin terlalu dini: apakah menikah sebuah penjara?
Namun menikah di usia yang tak lagi muda juga menjadi sebuah gunjingan. Ah, kenapa wanita selalu menjadi objek gunjingan.
Menikah itu kebebasan.
Ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan sebelum menikah. Bisa sebenarnya, hanya saja tak sesuai etika, moral, dan aturan agama. Sebut saja berseksualitas. Hah! Benarkah seperti itu aku harus membahasakannya? Tentunya dengan pasangan yang sah dimata hukum dan agama. Haha.. Selain itu, apa lagi kebebasannya? Hmm.. bantu aku. Kenapa yang terpikir hanya seksualitas. Mungkin karena kelas seksualitas yang saya ikuti setiap minggunya. Dan obrolan seputar teman kampus yang tidak jauh dari seksualitas ^^v
Ah, entahlah. Bagaimanapun, melangkah atau diam dan berdiri di tempat adalah pilihan. Tentunya aku berposisi, penjara atau kebebasan, aku tetap akan menikah. Begitu mungkin.
Sudah lama ingin menulis ini. Baru saat ini, dari sebuah sms teman yang tidak dizinkan pergi dengan temannya karena calon pasangannya tak mengizinkan ia pergi walau sekedar mengunjungi teman lamanya, seorang calon. 

Selamat Tahun Baru ^^ Semoga tahun ini, tahun depan, dan tahun-tahun selanjutnya adalah tahunmu dan tahunku.

Jogja, 31 Des '12
05.34 PM
 

16 Desember 2012

Sampai nanti.

Bacakan aku untaian titah Tuhan kita,
beberapa saja,
Kemudian nanyikan aku rangkaian tentang asa kita,
langkah-langkah kita,
Timang aku,
Taukah kau, aku ingin tidur dipundakmu sampai nanti.

Jogja, 16 Des '12

12.46 PM

14 Desember 2012

Silam, enyah!

Seperti sebuah penelitian etnografi,
seperti memindahkan Korea disisi Jogja,

Dan aku mati pada silam,
terampas habis,
tak ada cerita,
aku hidup dalam silam,

Being neutral is impossible.

Jogja, 14 Des 12
09.07 PM


10 Desember 2012

kutemukanmu di balik 'cahaya'

Bagaimana bisa aku tertidur lelap, Tuhan.
Ketika aku rasa hitam,
Sedang mendung disini.
Ada gemuruh yang bersautan.


Bagaimana bisa senyum ini dari hati, Tuhan.
Ketika semua mencuri bersih,
Sedang ada kehilangan disini.

Dibalik buku Cahaya Zaman kutemukanmu.

16 April '12 
(Selamat Ulang Tahun, kekasih hatiku silam)

Cirebon - Bandung

09 Desember 2012

Al-Quran Berjalan dan Muslimah


Selamat menikmati minggu dengan secangkir kopi atau apapun yang memanjakanmu.

Seratus perempuan berjilbab, mungkin lebih, kemarin malam (Sabtu, 8 Desember 2012) duduk manis di lantai satu masjid Universitas Islam Negeri Jogjakarta, ada kajian. Saya salah satu dari mereka. Memasuki halaman masjid saya disambut beberapa perempuan dibalut kerudung besar, kami bersalaman dan saling mengucap salam, indahnya. Kajian ini sangat berbeda karena pengisinya adalah The Ninih Muthmainnah. Sosok perempuan yang sangat saya kagumi. Beliau sungguh luar biasa. Saya tidak hanya mengenalnya di televisi atau radio, tapi selama lima tahun saya tinggal di lingkungan pesantrennya, saya mengikuti kehidupan sehari-harinya. Lalu kusimpulkan, beliau mahluk Allah yang Subhanallah.

Teh Ninih datang dengan balutan gaun muslimah pink dan jilbab yang juga pink terjulur panjang. Subhanallah, lagi-lagi pujian kagum keluar dari mulut saya dan orang-orang disekitar saya. Malam itu beliau menyampaikan kajian tentang bagaimana menjadi muslimah yang baik; menjadi Al-Quran berjalan. Untaian katanya sangat meneduhkan dan tidak ada kesan menggurui.

Sesi pertanyaan. Seorang perempuan mungil dengan balutan jilbab merah mengacungkan tangannya dan bertanya dengan suaranya yang sangat lembut namun saya menangkap ada kegalauan dalam nadanya, kurang lebih seperti ini : Teh, saya ingin bertanya tentang jodoh yang menjadi kegalauan banyak mahasiswi. Teh, bagaimana cara melembutkan hati agar bisa menerima ikhwan yang datang. Terkadang karena kita yang sudah mengeyam pendidikan tinggi maka standar yang diajukan pun tinggi. Jadi ilfeel kalau ada ikhwan yang ga bisa Bahasa Inggris atau komputer meski agamanya baik. Mohon nasehatnya agar bisa melembutkan hati untuk menerima bahwa memang sesungguhnya manusia pasti tidak sempurna. Mungkin ada amalan atau doa untuk melembutkan hati, Teh.

Pertanyaannya kok saya banget ya ^^. Teh Ninih pun menjawab, kurang lebih seperti ini : mari memposisikan diri sebagai muslimah yang tidak hanya mengerti sebagai yang single, tapi juga mengerti peran sebagai istri sholehah: menghormati peran suami meskipun mungkin pendidikan kita sebagai istri lebih tinggi. Sebagai contoh, sebelum melakukan apapun baiknya meminta pendapat suami, meskipun sebenarnya kita sudah yakin dan tau apa yang harus kita lakukan. Sekarang memang sedang trend menjadi muslimah yang berkarir. Tentunya tidak ada yang salah memiliki karir, tapi tetap ingat posisi sebagai ibu sekaligus istri. Teh Ninih pun melengkapi jawabannya dengan beberapa kisah nyata. Kurang lebih seperti itu kalau saya membahasakan.

Jawaban yang indah tapi saya rasa kurang menjawab pertanyaan perempuan berjilbab merah itu. Ada yang terlewat dan saya tangkap kesalahan ada pada moderator yang tidak mencatat pertanyaan penanya. Huhuhuhu… kecewa saya. Harusnya moderator kan mencatat semua yang terjadi selama acara, termasuk pertanyaan yang diajukan, jadi aja Teh Ninih kurang menjawab pertanyaan. 

Apapun. Saya memanen banyak ilmu tadi malam. Setidaknya jiwa saya yang tandus karena lingkungan kuliah yang parah tersirami percikan-percikan air yang menyejukan.  Mari menjadi Muslimah yang lebih baik, sekaligus Al-Quran berjalan. Dimanapun kamu berada, dalam lingkungan apapun, pastikan Al-Quran ada dihatimu. Begitu pesan Teh Ninih.  Hidup muslimah sholehah!

Jogja, 9 Des '12
12.58 PM