25 Agustus 2018

Korea dan Alarm

Hari Sabtu lagi guys! Waktunya menulis!
Mau cerita nih tentang korea dan alarm nya. 

Tanggal 23 kemaren dihebohkan dengan berita bahwa akan ada angin Topan melanda Korea Selatan. Sebenarnya berita ini mulai menyebar sekitar tanggal 21 Agustus. DIkabarkan bahwa angin ini dari Jepang dan sedang menuju Korea dengan rute terlebih dahulu melewati Jeju baru Seoul. 

Ini bukan hoax, karena memang pemerintah Korea mengumumkannya di beberapa media. Dan ini kerennya Korea, selalu ada peringatan dini untuk masyarakatnya. Jadi masyarakat pun tau apa yang harus dilakukan. 

Isi beritanya kurang lebih tanggal 22 malam akan hujan besar. Lalu esok dini harinya jam 3 pagi akan ada angin topan yang cukup besar melanda Seoul dan sekitarnya. Lalu kemudian berita berubah, katanya angin topan ga jadi jam 3, tapi jam 6 pagi. Begitu berita yang saya dapat dari teman-teman dan media-media. 

Lalu? Lalu sebagai antisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang buruk. Beberapa sekolah di liburkan. Beberapa kantor pun memperbolehkan karyawannya untuk datang telat setelah cuaca membaik, atau bahkan memperbolehkan karyawannya untuk tidak masuk kantor. Seperti di tempat saya kerja, Boss menyuruh kami untuk pulang cepat tanggal 22 dan memperbolehkan untuk tidak masuk demi keamanan. 

Tanggal 22 sore semua handphone sekorea berdering, ada SMS masuk dari pemerintah. SMS peringatan dini tentang angin topan ini. Tapi mungkin hanya hape saya yang ga bunyi, karena hampir 2 bulan ga di isi pulsa wkwkkwkw... jadi sms apapun ga bisa masuk. Maapkan! 

Jam 5 pagi saya bangun, pastilah khawatir dengan berita itu. Sambil melihat kearah jendela, sambil saya buka website berita korea. Ga ada kabar terbaru, hmm.. atau mungkin mata saya ga awas karena masih setengah sadar. Tidur lagi lah saya. Jam 8 pagi saya hubungi teman korea saya untuk tau update beritanya, dia bilang rute angin topan berubah- ga akan mampir ke Seoul. Lebih lanjut, dikabarkan bahwa anginnya mulai melemah. 

Teman Indonesia saya menambahkan informasi yang saya dapat. Dia bilang, angin topan ga akan datang karena kita punya tolak angin. Hahaha... bukan iklan. Lagi panik jadi ketawa karena becadaan teman. 

Sekian cerita minggu ini. Semoga kita semua dalam lindungan Allah SWT.
Terima kasih Allah, angin topan ga jadi mampir :)

Ilsan 25.08.18   02.31 PM

19 Agustus 2018

Sekolah Dasar Jaman Saya

Karena kita tidak sempurna,

Terima kasih kepada sahabat yang baru saja menelpon dan menceritakan kekhawatiran tentang anaknya. Terima kasih karenanya, saya ada bahan untuk menulis ^^

Saya merasakan bagaimana tertekannya ketika duduk di sekolah dasar. Bayangkan, baru tingkat sekolah dasar tapi sudah tertekan- bukan satu hal, tapi banyak hal. Dan kini, anak dari sahabat saya sekolah di tempat yang sama dengan saya dulu hihihi ^^ 

Jadi, sekolah itu ada sekolah negeri favorite di kota saya. Hampir tiap tahun, nilai NEM (Nilai Ebtanas Murni, istilah jaman dulu) atau ujian nasional (istilah jaman sekarang, ya kan?) tertinggi selalu di raih oleh siswa dan siswi dari SD ini. Bukan hanya juara 1, terkadang seringnya juara 2 dan 3 di raih oleh siswa-siswi sekolah ini. 

Tentunya ini sebuah keberhasilan. Dari sinilah, orang tua berbondong-bondong ingin memasukan anaknya ke sekolah ini. Banyak yang diterima, namun banyak juga yang ditolak karena kuota dan kemampuan anak yang dirasa kurang. Definisi berhasil saat itu adalah ketika siswa berhasil menjadi juara dengan nilai yang tinggi. Dan mungkin, definisi itu belum bergeser dan masih berlaku saat ini. Tapi tahukah kalian, bahwa sejumlah anak menderita dengan mimpi-mimpi yang kalian ciptakan dengan egois, wahai para orang tua. 

Izinkan saya bercerita tentang kisah saya di sekolah elit dan favorite ini. Saya sebut elit karena sekolah ini sekolahnya orang kaya- semua orangtuanya berduit. Mudah rasanya untuk sekolah mengumpulkan sumbangan-sumbangan untuk kegiatan ini itu dan pembanunan ini itu. Yang saya ingat, banyak teman sekelas saya yang membawa mainan bagus ke sekolah. Mainan yang harganya fantastik. Ga sedikit mainan-mainan itu dibeli dari luar negeri. Ingat saya, saya ga pernah punya mainan itu. Mau pinjem aja rasanya takut. Takut lecet dan ga bisa ganti. Sembilan puluh lima persen anak yang sekolah disitu dijemput dengan supir pribadi atau paling tidak ikut mobil jemputan. Ingat saya, saya selalu naik angkot yang harus jalan dulu ke pangakalan- kadang di jemput mamah naik motor honda 70 warna merah :)

Saat istirahat, anak-anak orang kaya itu bawa bekal makanannya sendiri dengan kotak makan yang bagus. Ingat saya, saat jam istirahat saya mengeluarkan plastik hitam yang isinya cemilan-cemilan untuk di jual. Beberapa cemilan saya (dan keluarga) bungkus satu-satu malam harinya. Perbedaan ekonomi jadi salah satu tekanan. Iri rasanya. Kapan bisa punya mainan bagus, kapan bisa naik mobil bagus, kapan bisa bawa bekel pake tempat makan bagus, kapan punya sepatu bagus. (Kok ya jadi sedih nulisnya TT). Lalu, mereka yang berkecukupan kebanyakan ikut kelas tambahan, yang artinya punya kesempatan lebih untuk belajar. 

Hal lain yang saya ingat, buku-buku yang buanyak dan berat. Ngeri ngebayanginnya- kalau boleh lebay, mungkin pundak saya sedikit bungkuk saat ini akibat buku-buku itu. Lalu teman-teman saya? kebanyakan dari teman-teman saya memakai tas yang ada roda nya. Udah pakai roda, dibawain pula oleh supir pribadi nya atau supir jemputan. Tas saya dulu, tas biasa yang magnet kaitannya rusak. Hihihi... sedih. 

Dan situasi seperti ini konon katanya masih berlangsung sampai saat ini dan lebih mengerikan lagi. Tidak jarang pembelajaran menggunakan laptop. Anak-anak bawa laptop ke sekolah. Iyes kalau orang tua mereka mampu- kalau engga? Belum lagi pelajaran yang lebih sulit kalau dibanding sekolah lain. Bagus siih- tapi anak-anak jadi terbebani yang efeknya si anak harus ikut les sana-sini biar ga ketinggalan. Dan ini terjadi pada anak sahabat saya. Mendengar ceritanya membuat saya teringat masa lalu hihihi.. masih aja ya. Pernah teman saya tanya soal matematika ke saya, soal anak kelas 4 SD. Susah, saya nyerah. Saya kasih adik saya yang jago itung-itungan. Dia bingung. Saya kasih teman saya, dosen matematika. Dia butuh waktu untuk mengerjakannya. Hahaha.. bayangkan sodara-sodara betapa stressnya anak. Sekolah mulai jam 6 pagi, selesai jam 2 siang. Istirahat satu jam, kemudian mereka harus les lagi sampai jam 5 sore. Pulang ke rumah, mandi, ngaji, makan, ngerjain PR. Aktivitas berulang dari senin-sabtu.

Btw, saya sekolah di sekolah elit ini dari kelas 3-6. Sebelumnya saya sekolah di sekolah lain, dimana kebanyakan anaknya pakai plastik supermarket buat tas sekolahnya. Saya ngalamin juga pakai kresek buat tas sekolah (klo ga salah, lupa-lupa inget). Tapi it was fun, semua pakai kresek, pulang bareng jalan kaki. Ga ada gap ekonomi. 

Saya belum jadi orang tua, tapi saya pernah jadi guru. Saya tau hal-hal seperti ini mengambil waktu main mereka sebagai anak-anak. Belum lagi ketika metode pengajarannya membosankan. 

Di sini tugas orang tua. Please, jangan buat anak-anak kalian stress dan tertekan dengan mimpi-mimpi egois kalian. Ajak anak bicara, apa yang mereka mau, apa yang membuat mereka senang. Tugas kita mengarahkan, menemani, bukan memaksa. Peace!

Dan teman saya kini khawatir, sering nangis mikirin anaknya yang masih susah ngikutin. Anaknya kelas satu SD. Ketika ia bandingkan materi pembelajaran dengan SD lain. Wow! Jauh berbeda, jauh lebih sulit. Menurut ceritanya, banyak anak yang nangis di kelas karena ga bisa ngerjain soal. Banyak juga anak yang bengong liat papan tulis dan buku. Bingung harus ngerjain apa. Apa yang kamu pikirkan dengan kondisi yang seperti ini? Sedih siihh saya mah TT

Hahaha.. maafkan tulisan yang tidak terstruktur ini. 

Semangat nemenin anak menghadapi dunia yang luar biasa ini!
Semoga saya cepet punya anak! Aamiin!

Ilsa, 19.08.2018   09.57 PM